Manajer Senior Komunikasi Korporat Bambang Dwiyanto menjelaskan terkait pembelian listrik dari PLTP swasta tersebut, PLN menerapkan dua opsi. Pertama, opsi negosiasi business to business (B to B) dan opsi penugasan Pemerintah.
"Pada opsi B to B ini PLN mengajak calon pengembang yang telah memiliki wilayah kerja pertambangan (WKP) untuk melakukan negosiasi harga jual beli listrik berdasarkan kondisi dan syarat-syarat yang disepakati bersama,"kata Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Minggu 30 Januari 2011.
Sedangkan untuk opsi dua, lanjut Bambang, jika pemerintah menerbitkan regulasi atau penetapan Pemerintah yang memberikan penugasan kepada PLN agar menerima hasil tender WKP dengan pemerintah daerah, maka PLN siap melaksanakan penugasan dari pemerintah tersebut.
Menurut Bambang, selama ini PLN diminta menandatangani power purchase agreement(PPA) dengan pengembang sesuai harga hasil pelelangan Pemerintah Daerah tanpa negosiasi lagi. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh PLN karena ketentuan mengharuskan adanya klarifikasi dan negosiasi. "PLN tidak bisa menandatangani PPA dengan harga hasil pelelangan yang tidak melibatkan PLN,"katanya.
Bambang menambahkan, disamping itu prosedur yang ada mengharuskan proyek sudah dibekali dengan dokumen pra feasibility study atau feasibility study. Hal ini sangat penting untuk memastikan kapasitas kandungan panas bumi dan supaya sesuai dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Seperti diketahui, Pemerintah saat ini giat mengembangkan sumber energi primer terbarukan, terutama yang ramah lingkungan untuk dikonversi menjadi energi listrik. Salah satu sumber energi terbarukan yang sedang dikembangkan adalah panas bumi (geothermal).
Indonesia memiliki potensi geothermal sebesar 28.000 Mega Watt (MW) dan sesuai RUPTL 2010-2019 ditargetkan penambahan kapasitas PLTP sampai dengan 2019 sebesar 5990 MW (rata-rata 600 MW / tahun).
Saat ini PLN sedang melaksanakan pembangunan proyek-proyek PLTP yaitu PLTP Ulubelu (2 x 55 MW) di Lampung, PLTP Lahendong IV (20 MW) di Sulut dan PLTP Ulumbu (4 x 2,5 MW) di Flores. PLN juga sedang melakukan studi kelayakan untuk PLTP Hululais (2 x 55 MW) di Bengkulu, PLTP Sungai Penuh (2x 55 MW) di Jambi, PLTP Kotamobagu (4x20 MW) di Sulut dan PLTP Tulehu (20 MW) di Ambon.
Menurut Bambang, selama ini PLN diminta menandatangani power purchase agreement(PPA) dengan pengembang sesuai harga hasil pelelangan Pemerintah Daerah tanpa negosiasi lagi. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh PLN karena ketentuan mengharuskan adanya klarifikasi dan negosiasi. "PLN tidak bisa menandatangani PPA dengan harga hasil pelelangan yang tidak melibatkan PLN,"katanya.
Bambang menambahkan, disamping itu prosedur yang ada mengharuskan proyek sudah dibekali dengan dokumen pra feasibility study atau feasibility study. Hal ini sangat penting untuk memastikan kapasitas kandungan panas bumi dan supaya sesuai dengan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Seperti diketahui, Pemerintah saat ini giat mengembangkan sumber energi primer terbarukan, terutama yang ramah lingkungan untuk dikonversi menjadi energi listrik. Salah satu sumber energi terbarukan yang sedang dikembangkan adalah panas bumi (geothermal).
Indonesia memiliki potensi geothermal sebesar 28.000 Mega Watt (MW) dan sesuai RUPTL 2010-2019 ditargetkan penambahan kapasitas PLTP sampai dengan 2019 sebesar 5990 MW (rata-rata 600 MW / tahun).
Saat ini PLN sedang melaksanakan pembangunan proyek-proyek PLTP yaitu PLTP Ulubelu (2 x 55 MW) di Lampung, PLTP Lahendong IV (20 MW) di Sulut dan PLTP Ulumbu (4 x 2,5 MW) di Flores. PLN juga sedang melakukan studi kelayakan untuk PLTP Hululais (2 x 55 MW) di Bengkulu, PLTP Sungai Penuh (2x 55 MW) di Jambi, PLTP Kotamobagu (4x20 MW) di Sulut dan PLTP Tulehu (20 MW) di Ambon.
Sumber: VIVAnews
No comments:
Post a Comment