Jika Malaysia punya ikon properti, Menara Petronas, maka Indonesia tak lama lagi juga akan memilikinya. Tidak mau kalah dengan perusahaan minyak milik negeri jiran, Petronas, PT Pertamina berencana membangun tower setinggi 80 lantai. Tower yang menelan biaya US$850 juta ini dipastikan bakal menjadi gedung tertinggi di tanah air dalam dua tahun ke depan.
Pembangunan tower itu tidak akan dilakukan di lokasi kantor pusat Pertamina saat ini, Jalan Medan Merdeka Timur. Bangunan yang nantinya dinamakan Pertamina Tower itu akan didirikan di kawasan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Alasannya, lokasi saat ini yang tidak jauh dari Stasiun Gambir masuk dalam kawasan ring satu Istana Negara. Mau tidak mau, Pertamina harus pindah ke lokasi lain, apalagi tinggi bangunan akan mencapai 400 meter. Alasan lain, ring 1 Istana tidak diperkenankan untuk bisnis. Sepanjang ring 1 hanya diperuntukkan bagi kantor pemerintah atau lembaga negara.
Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, Kamis lalu mengungkapkan, Pertamina Tower ini akan menjadi simbol gedung energi di Indonesia. Nantinya seluruh anak perusahaan Pertamina akan disatukan di gedung setinggi 80 lantai itu. "Presiden menginstruksikan gedung tersebut harus sudah rampung dalam 18 bulan mendatang," kata Karen Agustiawan.
Sebenarnya, gedung Pertamina bukan satu-satunya pencakar langit yang akan menjadi kebanggaan Indonesia. Jauh lebih dulu, beberapa perusahaan sudah merancang gedung tertinggi di Indonesia. Bahkan salah satu di antaranya bakal masuk dalam daftar gedung tertinggi dunia.
Berikut daftar pencakar langit yang bakal dibangun dalam beberapa waktu mendatang, selain Pertamina Tower:
Signature Tower
Pengusaha nasional, Tomy Winata pertengahan 2012 lalu membuat gebrakan baru. Ia akan membangun Signature Tower, gedung setinggi 638 meter dengan 111 lantai. Pencakar langit ini bakal menjadi gedung perkantoran dan hotel mewah. Lokasinya tepat di tengah Sudirman Central Business District (SCBD) atau kawasan bisnis terpadu seluas lebih kurang 45 hektare yang terletak di jantung kota Jakarta.
Bos Artha Graha ini menginginkan Signature Tower mulai dibangun pada 2012 dan selesai dalam lima tahun. Pembangunan ini diperkirakan menelan biaya US$2 miliar atau sekitar Rp18,5 triliun. Dalam membangun proyek prestisius ini, Artha Graha Network melalui anak usahanya, PT Danayasa Arthatama Tbk, menggandeng MGM Hospitality di Las Vegas, Amerika Serikat.
Menara ini dirancang konsultan-konsultan dalam dan luar negeri berkelas dunia dan berpengalaman dalam pembangunan gedung-gedung mega-tinggi. Artha Graha menggandeng Smallwood, Reynolds, Stewart, Stewart & Associates, sebuah firma arsitektur ternama dari Atlanta, AS.
Rancangan bangunan Signature Tower terinspirasi dari keindahan alam, kekayaan dan keragaman budaya Indonesia, serta perkasanya kepak sayap burung Garuda sebagai simbol negara Indonesia.
Jika merujuk daftar 100 gedung tertinggi di dunia yang dikeluarkan Council of Tall Buildings and Urban Habitat, Illinois Institute of Technology, Chicago, AS, Signature Tower akan menjadi gedung tertinggi kelima dunia. Tentu saja akan mengalahkan Petronas Tower di Kuala Lumpur, Malaysia, yang hanya memiliki ketinggian 452 meter dengan jumlah lantai 88.
Telkom Tower
Ada juga PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang akan membangun gedung baru yang menelan biaya sekitar Rp1 triliun. Gedung itu dibangun oleh anak usaha Telkom, PT Graha Sarana Duta.
Gedung tertinggi Telkom itu rencananya terbagi atas tiga bangunan, dengan salah satunya memiliki 50 lantai. Dua bangunan lain adalah gedung lama Telkom yang akan direnovasi dan satu gedung baru dengan tinggi di bawah 50 lantai.
Telkom beralasan pembangunan gedung baru tersebut akan lebih efisien. Selama ini, masih banyak anak perusahaan Telkom yang masih menempati gedung milik perusahaan lain dengan sistem sewa. Telkom mentargetkan pembangunan salah satu tower selesai pada 2013 dan sisanya 2014.
BUMN Tower
Perusahaan konstruksi pelat merah, PT Adhi Karya Tbk juga berniat membangun gedung tertinggi di kawasan SCBD. Gedung bernama BUMN Tower ini bakal memiliki 100 lantai, 11 lantai lebih rendah dari Signatur Tower.
"Untuk proyek itu, kami masih hold dulu," kata Sekretaris Perusahaan Adhi Karya, Kurnadi Gularso, kepada VIVAnews, Kamis 24 Mei.
Kurnadi beralasan, keputusan manajemen menunda pembangunan gedung pencakar langit itu tak terlepas dari rencananya penerbitan saham baru (rights issue) perusahaan. Semula aksi korporasi ini akan dilaksanakan pada semester kedua 2012.
Dana hasil rights issue inilah yang nantinya akan digunakan sebagian untuk membiayai pembangunan gedung BUMN Tower 100 lantai.
Menurut Kurnadi, langkah perusahaan melepas saham baru sangat bergantung pada persetujuan pemerintah untuk melakukan penambahan modal melalui pemasukan (inbreng) atas aset-aset dari pemerintah. Dana yang diincar dari penambahan modal itu sekitar Rp500 miliar
No comments:
Post a Comment